Kamis, 11 November 2010

Menjadi Pendidik Idaman (Bagian 2)

Menjadi Pendidik Idaman (Bagian 2)
 
b. Ruang Lingkup Pengajaran
1. Aqidah
  • Menumbuhkan dalam diri anak-anak tentang pengagungan terhadap Allah subhanahu wa ta’ala , mencintai-Nya dan mentauhidkan-Nya, dan peringatkanlah mereka tentang kesalahan aqidah yang mereka lihat serta peringatkanlah mereka agar tidak terjatuh ke dalamnya.
  • Mengajarkan pokok-pokok ajaran tentang rukun iman dan rukun islam.
  • Menanamkan muraqabah pada diri anak, dengan memperdalam pelajaran iman, islam, dan ihsan.
2. Ibadah
  • Memperhatikan dengan benar tentang shalat wajib dan shalat nafilah (shalat sunnah). Shalat adalah kewajiban yang sangat agung dan inti yang kedua dari kewajiban agama. Shalat pun merupakan amalan yang pertama kali dihisab. Maka berikanlah pendidikan pada anak agar tahu penting dan agungnya kedudukan shalat.Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,“Ajarkanlah shalat pada anak kalian pada usia tujuh tahun, pukullah mereka jika mereka enggan pada usia sepuluh tahun, pisahkan antara tempat tidur anak laki-laki dan perempuan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan lainnya)
  • Mengajarkan fiqh praktis sehari-hari, seperti tata cara wudhu dan shalat.
  • Membiasakan anak dengan dzikir dan do’a yang bersumber dari Qur’an dan Hadits.
3. Akhlaq
  • Membiasakan dengan etiket umum yang harus dilakukan dalam pergaulannya sehari-hari.
  • Menumbuhkan sifat kejantanan dalam diri anak laki-laki dan sifat malu lagi menjaga kesucian dalam diri anak perempuan.
  • Mempraktekkan adab-adab yang telah dipelajari.
  • Memberikan suri tauladan akhlaq Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan As Salaf Ash Shalih radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
  • Menjaga hak milik yang khusus dan bagian-bagian pribadi di antara anak-anak, serta bersikaplah adil terhadap mereka dalam pergaulan dan pemberian serta perhatian dalam pendidikan mereka.
4. Al-Qur’an dan Al-Hadits Pengajaran Al-Qur’an
Al Qur’an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun. Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al-Qur’an dengan benar, diajar mengenai asbab an nuzul (sebab-sebab turunnya ayat, ed) dan tafsir Al-Qur’an, dan diupayakan semaksimal mungkin agar menghafal Al-Qur’an.
Menghafal Al-Qur’an juga memperkuat penguasaan bahasa Arab dan membiasakan anak dengan susunan bahasa Al-Qur’an, serta membuat anak memiliki pedoman beragama. Para orang tua harus memperhatikan bahwa jangan sampai anak hanya hafal tanpa mengetahui makna ayat yang dihafal. Untuk itulah orang tua hendaknya menerangkan makna dan kandungan ayat sesuai dengan tingkat pemahaman anak, sehingga anak tidak sekadar menghafal tanpa tahu makna dan kandungannya. Banyak sekali metode yang dapat dilakukan orangtua agar anak cinta Al-Qur’an. Di antara metodenya adalah: menceritakan kisah-kisah dalam Al-Qur’an, memutar murattal versi anak, mengadakan perlombaan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, membuat permainan atau kuis yang berhubungan dengan Al-Qur’an dsb.
Pengajaran Al-Hadits
  • Memberikan motivasi pada anak agar menghafal hadits dengan berbagai metode yang ada.
  • Menceritakan sirah nabawiyyah dan mutiara kisah As-Salaf Ash-Shalih yang terdapat pada Hadits.
  • Menceritakan kisah-kisah dari hadits yang mengandung hikmah.
5. Kejiwaan dan kepribadian
  • Menekankan pentingnya ikhlas dalam niat dan perbuatan
  • Memotivasi anak agar mencapai cita-cita mulia dan tinggi untuk masuk ke surga Al-Firdaus Al A’la dan bertemu wajah Allah  di surga.
  • Membentuk sisi sosial anak.
  • Melatih mental anak untuk selalu percaya diri dan bertanggung jawab. Anak-anak sekarang ini adalah pemimpin hari esok, sehingga harus dipersiapkan dan dilatih mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang nantinya akan mereka lakukan.Hal itu bisa terwujud melalui pembinaan rasa percaya diri, penghargaan jati dirinya, pemberian kesempatan kepada anak untuk menyampaikan yang terbetik dalam pikirannya, dan dorongan agar mengerjakan urusannya sendiri. Anak juga harus dibiasakan mengerjakan tugas rumah tangga yang sesuai untuknya. Misalnya, disuruh untuk membeli beberapa keperluan rumah dari warung terdekat; anak perempuan diberi tugas mencuci piring dan gelas atau mengasuh adik. Pemberian tugas kepada anak dilakukan secara bertahap sehingga mereka terbiasa mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka.Termasuk pemberian tanggung jawab kepada anak, ia harus menanggung resiko perbuatan yang dilakukannya. Maka ajarkanlah kepada anak bahwa ia harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk memperbaiki apa yang telah dirusaknya dan meminta maaf atas kesalahannya.
  • Menceritakan masa kegemilangan dan kejayaan islam.
  • Menumbuhkan sifat kejantanan dalam diri anak laki-laki dan sifat malu lagi menjaga kesucian dalam diri anak perempuan.
  • Membuka forum diskusi dan musyawarah dengan anak. Dengan adanya pembiasaan musyawarah dan diskusi, anak dilatih untuk ikut berpikir kritis terhadap masalah yang ada, bijaksana dalam mengambil keputusan, serta mencari solusi yang paling baik dalam penyelesaian masalah.
  • Mengembangkan nilai estetika pada anak.
  • Anak perlu dilatih mengembangkan apresiasi estetika yang mencakup keindahan, kerapihan, dan kebersihan. Untuk itulah anak perlu dibiasakan membersihkan kamar, merapikan barang-barangnya sendiri, dan mengeksplorasi kreativitas seni yang dimiliki.
  • Memilihkan teman yang baik bagi anak
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    “Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya maka hendaklah seseorang memperhatikan siapa teman dekatnya.”
    (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi (Beliau menghasankannya), Al-Hakim (Beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi).
6. Kecerdasan
  • Mengembangkan kecerdasan bahasa, baik bahasa lokal maupun asing, terutama bahasa Arab.
  • Melatih perkembangan logika anak
  • Memotivasi gemar membaca dan cinta terhadap ilmu.
  • Membekali anak dengan kemampuan kognitif yang baik.
  • Menemukan titik keunggulan anak dan mengembangkannya sesuai potensi bakat dan minat yang dimiliki.
Allah subhanahu wa ta’ala memberi anugrah potensi yang berbeda pada tiap individu. Hal ini menyebabkan beragamnya keunikan dan keunggulan pada tiap manusia. Berikut akan sedikit dipaparkan bentuk-bentuk keunggulan multidimensi, agar memudahkan klasifikasi bakat keistimewaan yang dimiliki sang anak.
  • Keistimewaan dalam aspek ibadah
    Kemampuan istimewa melaksanakan aspek-aspek ibadah (memiliki kemampuan di atas rata-rata dalam memahami ruh ibadah, melaksanakannya dengan pemahaman yang baik, dan merasakan segi positifnya).
  • Keistimewaan dalam aspek akhlaq
    Kemampuan yang istimewa untuk berlaku dengan akhlak yang baik dan mulia.
  • Kecerdasan antarpersonal
    Kecerdasan untuk mampu memahami dan menanggapi oranglain, baik dari segi suasana hati; temperamen; motivasi, dan hasrat orang lain.
  • Kecerdasan interpersonal
    Kecerdasan untuk mengelola perkembangan dirinya sendiri (kemampuan korelatif tetapi terarah ke dalam diri sendiri)
  • Kecerdasan olah tubuh/kinestetik
    Kecerdasan dalam penguasaan fisik dan gerak motorik.
  • Kecerdasan linguistik (bahasa dan sastra).
    Kecerdasan dalam berbahasa dan berkomunikasi secara verbal.
  • Kecerdasan logis matematis.
    Kecerdasan untuk memahami ilmu-ilmu rasional dan pasti.
  • Kecerdasan dalam apresiasi seni dan estetika.
    Kecerdasan untuk memiliki kepekaan khusus dalam mengembangkan sense estetika dan jiwa seni.
  • Kecerdasan visual spasial.
    Kecerdasan untuk peka terhadap ilmu bangun ruang dan warna.
  • Kecerdasan naturalis.
    Kecerdasan untuk memiliki kepekaan terhadap lingkungan alami (suasana alam dan bahan-bahan alami)
7. Fisik dan kesehatan
  • Membiasakan melakukan senam badan yang ringan
  • Mengadakan permainan olahraga
  • Membekali anak dengan physic motoric life skill.
  • Mempraktekkan ruqyah syar’iyyah sebelum tidur dan ketika sakit.
  • Memperhatikan gizi makanan dan kesehatan anak.
***
Artikel
Muslimah.or.id
Penulis: Fatihdaya Khoirani
Murajaah: Ust Abu Rumaysho Muhammad Abduh
Rujukan:
1.        Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelligence. Cetakan ke-10. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
2.        Ats Tsuwaini, Dr. Muhammad Fahd. 2007. Mengantar Orangtua ke Surga. Cetakan Pertama. Daar An Naba’. Surakarta.
3.        Ahmad Sulaiman, Abu Amr. 2006. Pendidikan Anak Muslim Usia Prasekolah. Cetakan ke-7. Daarul Haaq. Jakarta.
4.        Istadi, Irawati. 2007. 30 Cara Kreatif Belajar Asyik Gembira. Cetakan Pertama. Pustaka Inti. Bekasi.
5.        Al Asymuni, Ummi Mahmud. 2006. Etika Menjadi Ibu Guru. Cetakan Pertama. Pustaka Elba. Surabaya.
6.        Abdul Mu’thi, Abdulloh Muhammad. 2008. Be A Genius Teacher. Cetakan Pertama. Pustaka Elba. Surabaya.
 



From: H. Mubaroq [mailto:harun.mubaroq@id.pewg.panasonic.com]
Sent:
Tuesday, November 09, 2010 12:11 PM
To:
noviani nuzulia; herlina@asmaraindo.co.id; dedy-yuliadi@hi-lex.co.id
Cc:

Subject: Re: Menjadi Pendidik Idaman (Bagian 1)
 

 

Yang bagian ke-2 mana ya ? Aku kok belum dikirimi ?

 

 

---
Menjadi Pendidik Idaman (Bagian 1)

  Anak merupakan amanah yang diberikan oleh Allah kepada orang tua. Setiap orang  tua memiliki kewajiban yang meliputi merawat, mengasuh, membimbing, menjaga, dan mendidik anak-anaknya sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap amanah yang telah Allah berikan. Di tangan kedua orangtuanya lah, seorang anak akan ditempa dan dibentuk menjadi figur generasi masa depan yang unggul sekaligus berkompeten, dalam segala kompleksitas multi dimensi yang ada, meliputi kompetensi kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosional.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanyakan tentang kepemimpinannya. Imam adalah pemimpin dan akan ditanyakan tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di tengah keluarganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Budak adalah pemimpin dalam harta majikannya dan akan ditanyakan tentang kepemimpinannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanyakan tentang kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sejalan dengan kedudukannya sebagai pendidik utama dan pertama dalam fase perkembangan anak, orangtua harus terlebih dahulu membentuk dirinya menjadi sosok pendidik rabbani, yang meletakkan asas pendidikan di bawah naungan pancaran cahaya Kitabillah dan Sunnah Nabawiyyah. Senantiasa membekali diri dengan ilmu dan selalu berupaya untuk mengaplikasikan berbagai ketentuan hukum syari’at pada setiap sendi kehidupan yang ada.
Dalam rangka menuju terwujudnya realisasi visi dan misi pendidikan anak, ada beberapa point yang perlu diperhatikan para orangtua untuk bisa menjadi pendidik yang handal dan sukses, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Karakteristik
Tidak dapat dielakkan lagi, bahwa salah satu aspek yang penting sebagai penunjang keberhasilan pendidikan orangtua terhadap anak-anaknya adalah
karakteristik pendidik itu sendiri. Banyak kendala, hambatan dan kegagalan -qadarullah wa maa sya’a, fa’al- salah satunya disebabkan karena para orangtua
belum mengerti atau bahkan belum menyadari, apa sajakah karakter yang diperlukan untuk menjadi seorang pendidik yang berdaya guna dan bermutu tinggi. Oleh karena itu, penulis ingin menguraikan sedikit tentang pribadi inti yang sudah sepantasnya dimiliki oleh para orangtua sebagai pendidik. Seorang pendidik yang baik, adalah:
Pribadi yang Menjaga Keikhlasan Niat
Sesungguhnya keikhlasan niat merupakan kunci utama untuk membuka segala pintu amal kebajikan dan dengan niat yang ikhlas inilah baru akan terpenuhi salah satu dari dua syarat diterimanya suatu amalan.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang mendapatkan seperti yang dia niatkan.” ( HR. Bukhari 1/1527 dan Muslim 1907)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu perbuatan kecuali yang diikhlaskan semata untuk mencari ridhaNya.” (HR. An-Nasa’i 2/59, sanadnya dinyatakan hasan)
Pribadi yang berilmu
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar: 9)
Di antara hal yang tidak diperselisihkan oleh siapapun adalah bahwa seorang pendidik harus memiliki pengetahuan tentang asas-asas pendidikan yang dibawa oleh syari’at Islam. Dia juga harus menguasai permasalahan halal dan haram, mengetahui masalah-masalah dasar akhlak dan memahami peraturan-peraturan Islam dan dasar-dasar syari’at. Karena ilmu-ilmu tersebut akan menjadikan pengajar tersebut menjadi ‘alim yang bijaksana, yang menempatkan sesuatu pada tempatnya. Ia akan mendidik anak di atas landasan dan tuntunan syari’at. Ia akan berjalan
di atas jalan perbaikan dan pendidikan dengan landasan yang kuat dari ajaran Al-Qur’an dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,, juga dari keteladanan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamdan orang yang mengikuti mereka.” ( Kitab Tarbiyatul Aulad, 2/540, dikutip dari buku Etika Menjadi Ibu Guru)
Dengan bekal ilmu syar’i yang benar, diharapkan pihak orangtua dan anak sama-sama bisa mengaplikasikan ilmu tersebut dalam bentuk amalan, sebagaimana
perkataan seorang penyair,
اَلْعِلْمُ بِلاَ عَمَلٍ كَالشَّجَرِ بِلاَ ثَمَرٍ
yang artinya, “Ilmu tanpa amalan, bagaikan pohon tanpa buah.”
Ada penggalan ucapan salah seorang ustadz yang senantiasa saya ingat, -Semoga Allah selalu memberikan perlindungan kepada Beliau- yang berbunyi,
اَلْعِلْمُ وَسِيْلَةٌ وَالعَمَلُ بِهِ غَايَةٌ
yang artinya, “Ilmu adalah sebuah media (perantara), sedangkan beramal dengan ilmu tersebut adalah puncaknya.”
Pada uraian di atas sempat disinggung sedikit tentang “ilmu syar’i yang benar”. Lalu seperti apakah indikasi ilmu syar’i yang benar itu? Ilmu syar’i yang benar adalah ilmu tentang syari’at yang timbangannya adalah Qur’an dan Sunnah sebagaimana yang Allah kehendaki dalam Kitab-Nya yang Agung dan disampaikan lewat lisan Rasul-Nya yang mulia, ilmu yang selaras dengan jalan hidup serta pemahaman yang ditempuh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Shahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in, dan para pengikutnya hingga akhir zaman nanti (singkat: As Salaf Ash-Shalih).
Berkenaan dengan beragamnya corak bidang keilmuan yang harus diajarkan, hendaknya para orangtua menentukan skala prioritas disiplin ilmu yang akan
diajarkan. Suatu cabang ilmu yang paling urgent dan menempati rating pertama untuk disampaikan pada anak-anak, adalah ilmu akidah yang mencakup prinsip pokok Rukun Iman yang 6. Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam pengajaran ilmu tersebut, yakni cara penyampaiannya harus disesuaikan dengan tingkat berpikir dan jenjang usia anak.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Sesembahan (Yang berhak disembah) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (Qs. Muhammad: 19)
Sisi pendalilan dari ayat ini:
Adanya kewajiban mengilmui tauhid terlebih dahulu sebelum melakukan suatu amalan (yakni beristighfar). Dari ayat ini pula, timbul konsekuensi wajibnya mengilmui sesuatu sebelum mengamalkannya.
Mengingat akan pentingnya ilmu sebelum beramal, sampai-sampai Imam Bukhari rahimahullahu pun membuat satu bab dalam kitab Shahihnya yang berjudul
اَلْعِلْمُ قَبْلَ الْقَوْلِ وَالْعَمَلِ
yang artinya “Ilmu Sebelum Perkataan dan Perbuatan”
Pribadi yang Bertakwa dan Berakhlak Baik
Ketakwaan bersemayam di dalam dada. Dengan ketakwaan inilah hati akan terisi dengan cahaya keimanan, kemudian cahayanya akan terpancar dan terefleksikan dalam bentuk amal kebajikan.
Allah ’Azza wa Jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran: 102)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Takwa itu di sini tempatnya! Beliau katakan hal ini dengan menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, apabila ia baik maka seluruh tubuh akan baik, dan apabila ia rusak maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah, itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Orang tua berperan aktif dalam menorehkan warna pada kanvas kehidupan sang anak. Oleh karena itu, seorang pendidik haruslah mewarnai hidup anak dengan akhlak yang baik, yakni akhlak yang dicontohkan oleh qudwah (suri tauladan) kita Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Betapa banyak petuah hikmah ditinggalkan anak ketika mereka melihat kurang baiknya akhlak kita, dan betapa banyak petuah hikmah yang dilaksanakan ketika mereka melihat bagusnya akhlak kita. Mengapa? Karena anak cepat menyerap lalu meniru segala tindak tanduk kita, dan menjadikan kita sebagai panutan dalam hidup mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
” Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (Hadits hasan riwayat At-Tirmidzi 2019)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا
” Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku pada Hari Kiamat adalah orang yangpalung baik akhlaknya.” (Hadits hasan riwayat At-Tirmidzi 2019)
***
Artikel
Muslimah.or.id
Penulis: Fatihdaya Khoirani
Murajaah: Ust Abu Rumaysho Muhammad Abduh

Rujukan:
1.        Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelligence. Cetakan ke-10. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
2.        Ats Tsuwaini, Dr. Muhammad Fahd. 2007. Mengantar Orangtua ke Surga. Cetakan Pertama. Daar An Naba’. Surakarta.
3.        Ahmad Sulaiman, Abu Amr. 2006. Pendidikan Anak Muslim Usia Prasekolah. Cetakan ke-7. Daarul Haaq. Jakarta.
4.        Istadi, Irawati. 2007. 30 Cara Kreatif Belajar Asyik Gembira. Cetakan Pertama. Pustaka Inti. Bekasi.
5.        Al Asymuni, Ummi Mahmud. 2006. Etika Menjadi Ibu Guru. Cetakan Pertama. Pustaka Elba. Surabaya.
6.        Abdul Mu’thi, Abdulloh Muhammad. 2008. Be A Genius Teacher. Cetakan Pertama. Pustaka Elba. Surabaya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar